Sumber foto: Time Magazine |
Oleh: Ardian Pratama
Seorang penulis dan aktivis yang mencintai tubuhnya, ritual-ritual tersembunyi, dan bahagia di usia 60-an.
***
Eve Ensler, lahir di New York 25 Mei 1953—Sekarang 66 tahun, adalah seorang penulis naskah, aktifis dan feminis. Dikenal juga karena perannya di sinema episodik The Vagina Monologues pada 1996. Karyanya tersebut sudah diterjemahkan ke dalam 48 bahasa dan tampil di lebih dari 140 negara. Sekuel drama ini mengajak penikmatnya untuk mengeksplorasi pengalaman seks konsensual dan non-konsensual, citra tubuh, genital mutilation, reproduksi, dan beberapa topik lain dalam perspektif wanita dengan berbagai usia.
Eve juga menggagas V-Day pada 1998 dan One Billion Rising pada 2012, bagian dari gerakan melawan kekerasan gender. Pada 2011, ia dianugerahi Isabelle Stevenson Award pada peringatan ke-65 Tony Award. Sebuah penghargaan untuk individu yang berasal dari asosiasi teater yang telah memberikan kontribusi penting bagi organisasi kemanusiaan, pelayanan sosial, dan amal publik yang tidak berkaitan dengan jagat teater. Baru-baru ini buku terakhirnya, The Apology, diterbitkan dan dapat ditemukan di toko-toko buku.
***
Berikut perbincangan antara Eve Ensler dan Rosanna Greenstreet yang terbit di The Guardian pada 22 Juni 2019.
Kapan kau merasa paling bahagia?
Di umur 60-an. Karena begitu banyak hal-hal yang menyiksaku sewaktu muda telah lenyap. Kemudian menerbitkan The Apology, surat yang kutulis dalam bentuk konstruksi pikiran ayahku—meminta maaf karena melecehkanku. Buku itu membebaskanku dari sisa-sisa kemarahan, dendam, kecemasan, dan kebencian. Seolah-olah melepaskanku dari bingkai yang menentukan hidupku selama ini.
Apa ketakutan terbesarmu?
Manusia yang tidak bersedia bangkit dalam 11 tahun ke depan dan kita semua akan punah.
Apa yang membuat kau tidak bahagia?
Mulai dari mana? Sekitar dua ratus spesies makhluk hidup menghilang dalam sehari, gerakan supremasi kulit putih, orang-orang gay dan transgender diintimidasi dan dipermalukan. Juga lelaki yang berpikir untuk terus mengatur tubuh wanita.
Jika kau bisa menghidupkan kembali sesuatu yang telah punah, apa yang akan kau pilih?
Empati.
Apa aroma favoritmu?
Air sungai yang jernih dan aroma bunga Peony.
Apa kata favoritmu?
Bangkit.
Apa hal terburuk yang pernah orang katakan padamu?
"Aku tak percaya kau."
Seperti apa rasanya cinta?
Luar biasa.
Apa kekecewaan terbesarmu?
Kebanyakan para lelaki belum memahami dampak dan konsekuensi berat dari perbuatan kasar terhadap perempuan.
Jika kau bisa mengubah masa lalumu, apa yang akan kau ubah?
Aku akan lebih menghargai tubuhku, aku akan tinggal di dalamnya, beserta melindunginya.
Jika kau bisa ke masa lalu, kemana kau akan pergi?
Aku ingin pergi ke ritual Eleusinian di peradaban Yunani kuno, untuk mendapat pengalaman mencoba tanaman herbal dan bergabung dalam ritual-ritual tersembunyi.
Bagaimana caramu bersantai?
Dengan melihat pepohonan, air mengalir, gerakan lamban kura-kura, mendengar kicauan burung, bernafas, berdansa, berendam, dan seks.
Hal apa yang hampir membuat dirimu menuju kematian?
Sembilan tahun lalu, aku mendapati diriku mengidap kanker rahim stadium 3 atau 4, dan selama sembilan bulan aku harus menjalani operasi, serta kemoterapi yang menyiksa. Pada waktu itu, aku hampir mati dan itu adalah momen perubahan terbesar dalam hidupku. Aku terpaksa harus belajar cara merawat tubuhku.
Dimana tempat yang paling kau inginkan sekarang?
Berbaring bersama anjingku, Pablo. Dia anjing jalanan dari Tijuana, dan dia bisa bernyanyi.
Menurutmu, hal apa yang dapat meningkatkan kualitas hidupmu?
Meninggalkan semua teknologi.
Bagaimana kau ingin diingat orang?
Seseorang yang bermanfaat.
Apa pelajaran terpenting yang telah diajarkan kehidupan kepadamu?
Berikan apa yang paling kau butuhkan.
Sumber: The Guardian
Eve Ensler: 'Menuliskan Kisah Pelecehanku, Membuatku Bebas dari Rasa Benci'
Reviewed by Asique
on
6/23/2019
Rating: