Sumber gambar: Dokumen pribadi |
Oleh: Ardian Pratama
Di sini, kuliah kerja itu nyata!
***
Awal 2017, aku menerima kabar bahwa proposalku lolos untuk mengikuti program pertukaran pelajar, dan aku bakal tinggal di Jepang selama satu tahun. Senangnya bukan maen kala itu. Yang terpikirkan olehku, aku akan hidup senang-senang. Polosnya dirimu anak muda!
Kalau dipikir-pikir, pikiran macam itu sangat mengerikan di kemudian hari. Bagaimana tidak, porsi untuk senang-senang adalah barang langka, selebihnya kau adalah pekerja romusa bagi dirimu sendiri.
Tinggal dan kuliah di Jepang memang kelihatan wow. Tapi, gak banyak yang tahu derita hidup anak kost di sana. Mungkin lebih parah dari pada di sini. Ada sederetan urusan yang gak mungkin dianggap enteng dan sepele.
Sebagai mahasiswa asing, hidup berantakan adalah musuh yang harus dipukuli setiap waktu. Kalian tidak bisa suka-suka petantang-petenteng atau cengar-cengir gak karuan. Segala perihal menyoal kehidupan dan perkuliahan mesti segera diurusi.
Hal pertama adalah soal makan. Banyak sekali makanan yang mengandung babi, teman-teman muslim sudah pasti tidak bisa jajan sembarangan. Aku sendiri gak bisa tuh merasakan Ramen Ichiraku yang terkenal itu. Ada babinya. Lagian, jika membeli makanan di luar, harganya lumayan mahal. Jadi, kita-kita yang anak kost ini harus pande-pande mengolah makanan sendiri.
Lidah orang Indonesia juga doyan pedas dan masakan berempah, mungkin gak bakal cocok dengan masakan-masakan Jepang. Orang Jepang suka sekali dengan kesederhanaan dalam memasak. Mereka minim menggunakan rempah dan lebih mementingkan rasa alami dari bahan masakan. Lebih lagi, ada makanan yang gak dimasak sama sekali seperti sushi dan sashimi.
Kemudian adalah adaptasi diri terhadap cuaca dan iklim. Jepang adalah wilayah sub-tropis, karena itu ada empat musim di sana—semi, panas, gugur dan dingin. Setiap musim memiliki keunikan masing-masing. Yang pasti, dari musim gugur hingga musim semi, cuaca sudah pasti dingin dan sejuk. Kalian akan butuh heater dan pakaian hangat lebih banyak, dan itu gak murah.
Selanjutnya adalah tagihan-tagihan yang harus dibayar. Mungkin kalau di Indonesia kita cuman mikir bayar uang kost tiap bulannya. Tapi di Jepang jangan harap dompetmu bisa tenang melihat surat tagihan yang datang bertubi-tubi ke kamar kost kalian.
Selain bayar sewa tempat tinggal, kalian juga harus membayar tagihan listrik, air dan gas secara terpisah. Bukannya murah, tagihan-tagihan tersebut bisa saja menguras isi dompetmu dalam sekali waktu. Uangmu lenyap dengan mudah di sini. Oh ya, kalian juga harus bayar asuransi kesehatan juga per bulannya. Kalau pasang wifi, ada lagi tagihannya.
Berikut rincian dana yang harus kalian gelontorkan jika melihat kurs hari ini; untuk sewa kamar berkisar 1 hingga 4 juta, tergantung keelitannya bruh, tagihan air bisa sampai 700-an ribu lho, listrik 300 ribuan, gas juga 300 ribuan (gas kompor dan pemanas air), terakhir 260-an ribu buat asuransi kesehatan. Kalau pasang wifi yang paling umum adalah 2 juta per enam bulan. Jumlahnya kalian hitung sendiri aja. Belum lagi dana buat belanja makanan dan pakaian.
Karena biaya hidup gila-gilaan tadi, tentu saja kalian harus mencari penghasilan tambahan selain mengharapkan uang beasiswa dan kiriman orang tua. Jalan satu-satunya adalah baito (kerja sampingan). Nah, ini nih yang bikin hidup semakin berat. Kalian harus bisa mengatur waktu kuliah, kerja dan beres-beres rumah. Apalagi, kendaraan umum di sana adalah sepeda. Apa-apa harus buru-buru kesana-kemari biar gak telat.
Untuk penghasilan dari kerja sampingan, tergantung berapa lama kalian bekerja dalam sebulan. Pembayaran dilakukan sesuai dengan jumlah jam kerja. Artinya, kalian dibayar per jam (80-120 ribu). Untuk mahasiswa asing, pihak imigrasi Jepang hanya memberi izin bekerja selama 28 jam per minggu. Waspadalah, mereka akan memantau rekening bank kalian. Jadi, kalau kalian bekerja lebih dari batasan waktu itu, mintalah gaji bulanan secara kontan atau tunai. Hehehe.
Terakhir adalah proses perkuliahan itu sendiri. Tugas dan riset tentu saja tidak bisa ditinggalkan, apalagi laporan penelitian. Ini nih yang kadang bikin stress, menyelesaikan tugas menumpuk dan harus ngetem di laboratorium seharian penuh buat riset. Untungnya, akses perpustakaan kampus buka hingga jam 9 malam, jadi masih bisa nge-print atau pinjam buku kalau malam hari. FYI, kebanyakan perpustakaan universitas di Jepang tetap buka pas weekend lho.
Aku sendiri kadang gak pulang tuh ke kaikan (asrama mahasiswa/kost) sehabis kuliah dan riset di lab. Sorenya pasti nongki di perpus—internetan dan buat tugas. Habis itu berangkat baito hingga tengah malam. Pagi besoknya gitu lagi, istirahatnya cuman pas weekend dan tanggal merah.
Ya begitulah kira-kira kondisi kalau ngekost di Konoha Jepang. Hidup di Jepang itu berat, kamu gak akan kuat, biar aku saja. Jaa…
Kelihatannya Kuliah di Jepang itu Mengasyikkan, Padahal Menyeramkan Kayak Ujian 'Chunin'
Reviewed by Ardian Pratama
on
7/06/2020
Rating: