Foto/Laras Olivia |
Oleh: Ardian Pratama
Dunia selalu saja menawarkan hal-hal konyol kepada kita, di antaranya memang sulit untuk dipahami. Seperti mempertemukan kita dengan orang-orang yang sok kerad, songong, bigot, hingga tukang bacod.
***
Seperti
pekerja kantor lainnya, aku yang masih mahasiswa ini kadang juga dilanda
depresi. Adakalanya aku merasa muram seharian, dan tidak melakukan apa-apa.
Sekali waktu aku juga merasa tertekan oleh ruang lingkup hidupku. Tapi, keadaan
tersebut bentuknya sporadis.
Tatkala
perasaan itu datang, sering kali aku kebingungan harus berbuat apa. Biasanya,
aku menghabiskan waktu dengan membaca buku dan mendengarkan musik. Walau pun
aktifitas tersebut tidak benar-benar manjur, dan kadang tidak berhasil sama
sekali.
Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa depresi terjadi karena berbagai faktor,
seperti stress, masalah sosio-lingkungan, dan faktor biologis. Gejalanya ditandai
dengan insomnia, gelisah, kehilangan atensi, lelah dan berkurangnya kemampuan
untuk berpikir atau berkonsentrasi.
Ya,
begitulah kira-kira keadaan jiwa orang-orang yang sedang mengalami depresi.
Bermula dari masalah keseharian dan rasa trauma yang lalu-lalu yang terakumulasi, dan meletup pada suatu waktu,
kemudian dinyatakan dengan sikap gundah gulana. Sehingga, tubuh tidak memiliki
kendali atas segala keputusan.
Ketika
sedang tidak stabil, biasanya aku akan bereaksi buruk dan tidak menyenangkan
kepada orang-orang di sekitarku. Bukan karena disengaja, tapi aku kehilangan
minat untuk apa saja. Aku akan mengabaikan pembicaraan dan banyak memilih diam,
jika perlu akan bersumpah-serapah kepada lawan bicara yang membahas obrolan-obrolan
tak perlu.
Kemudian,
aku melakukan hal-hal bodoh, dengan menghabiskan sejumlah uang—nonton ke
bioskop, makan makanan mewah, duduk ngopi di kafe, makan lagi, yang pada
dasarnya untuk menyenangkan diri. Tapi, tidak menyenangkan sama sekali untuk
diketahui pada akhirnya.
Namun, ada
situasi yang membuatku semakin kacau kala kesuraman melankoli tersebut muncul,
yaitu bertemu dengan orang-orang yang sok kerad,
songong, bigot, hingga tukang bacod.
Aku harus tahan-tahan
diri, agar tak meluap begitu berlebihan. Karena orang-orang semacam ini hanya
menjadi toxic, dan tidak membawa
perubahan apa pun dalam hidupku. Bayangkan saja ketika kau dalam keadaan
terpuruk, sebangsa mereka ini menodai kembali hatimu yang telah hancur lebur.
Memang dunia
terlihat kejam, mempertemukanmu dengan golongan orang semacam ini dan
mengguncang-guncang jiwamu. Tapi kau harus ingat, kau pun bisa kejam dan
mengguncang-guncang dunia.
Aku sendiri memperlakukan
orang-orang di sekitarku seperti refleksi cermin. Maksudnya, perilaku dan
sikapku terhadap orang bergantung bagaimana ia berperilaku dan bersikap
kepadaku. Sebab aku ingin relasi yang setimpal, alias tidak pincang sebelah. Jikalau punya banyak hubungan mutualisme, bukan main ringannya bebanku menghadapi depresi.
Pastinya
sulit untuk mempraktikkan hal itu, apalagi kepada kerabat dan keluarga. Apalagi
kau adalah seorang penyegan. Jangankan menolak suatu pendapat atau membantah
perkataan, menghindari orangnya saja susah.
Saranku, jangan
pernah sungkan untuk katakan, “Tidak!” atau “Kau hanya menyia-nyiakan waktuku,
pergi sana!” kepada orang yang benar-benar merugikan dirimu, secara jasmani maupun
rohani.
Tapi semua
itu bergantung pada dirimu sendiri, kepastian apa yang mau kau inginkan. Seluruh
keputusan ada di tanganmu, pilihlah jalan terbaik. Pertimbangkan juga segala
resiko yang akan kau terima. Karena tidak ada pilihan yang ideal. Lantaran
hidup hanya sekali, cobalah buat hidupmu meriah.
Walau pun
sekarang aku mencoba alternatif lain—menulis—untuk mengalihkan perhatianku, tetap
saja perasaan depresi kadang menghantuiku. Tapi aku tidak lagi gusar, kucoba
untuk membiasakan diri, agar aku tidak punya tendensi mudah bersusah hati.
Hal lainnya
yang kubutuhkan adalah dukungan, dari siapa pun, dan dalam bentuk apa pun. Senang
rasanya jika dapat sepotong perhatian dan kepedulian, aku akan sangat berterima
kasih. Kalian jangan lupa, kalian adalah cermin bagiku. Kalian ingin jadi
cermin yang seperti apa?
Aku Berusaha Mengatasi Depresi, Tapi Selalu Saja Ada Hambatan
Reviewed by Asique
on
7/03/2019
Rating: