Oleh: Janaek Simarmata
“Youtube-youtube lebih dari TV ~boom”
***
Siapa sangka, di tahun 2016 orang-orang pada
demam Youtube dan tak sedikit yang ingin bercita-cita menjadi seorang youtuber.
Salah satunya aku. Berawal dari kisahku sebagai perantau dan nge-kost sendirian
di Kota Pekanbaru pada 2015. Karena di kost tidak ada TV, jadi aku mencari
tontonan di Youtube.
Awalnya sih nontonin musik video sambil bernyanyi,
semakin lama Youtube nyaranin tontonan lain lewat explore seperti video
blog atau vlog. Video yang menceritakan keseharian seseorang terlihat
menarik saat itu, tentu saja aku ingin menonton dan mencari jenis video yang
sama dengan keseharian mereka yang berbeda-beda. Mulai dari situ aku mengagumi youtuber-youtuber
di tahun itu, ada Agung Hapsah, Laurentius
Rando, Kevin Hendrawan, Kevin Anggara, Skinnyindonesia24, Raditya Dika, Kemal
Palevi, Edo Zell dan beberapa youtuber lainnya.
Hingga 2016, aku masih jadi penikmat yang
selalu menghabiskan waktu kosongku di Youtube. Jika jam kuliah selesai, ya aku
langsung pulang ke kost dan menyaksikan vlog yang sudah ku unduh
menggunakan wifi kampus.
Hingga suatu saat aku menonton satu video dari Kevin
Hendrawan di tahun 2017 dan ia mengatakan, “Sampai kapan kalian jadi penonton, emangnya
gak mau jadi yang ditonton?” Dari video itu aku mulai mempelajari Youtube yang
ternyata bisa menghasilkan uang cuy. Aku mencari tau cara buat video
hingga mengunggahnya ke Youtube, dan cara agar mendapatkan uang dari Youtube.
Siapa tahu kan berhasil, gak capek-capek lagi cari kerja di industri lain, yang
belum tentu menerimaku.
Dengan kepercayaan diri yang tinggi, aku dengan
bangga mengunggah video di Youtube. Video pertamaku itu musikalisasi puisi yang
aku unggah pada tanggal 17 Januari 2018. Namun kegigihanku menciptakan puisi,
mencari sound pendukung dan merekam suara sendiri itu tidak membuahkan
hasil. Ada sih yang like, komen, dan subscribe. Tapi masih belum
cukup untuk mengajukan monetisasi, karena harus mencapai 1000 subscribers
dan 4000 jam tayang dalam kurun waktu satu tahun. Karena targetku masih jauh
dan Youtube-ku sudah hampir satu tahun, aku tidak lagi mengunggah video apapun di
Youtube.
Tetapi aku terus mempelajari bagaimana caranya
agar video-videoku menarik penonton, aku ikuti beberapa saran di Youtube yang
menjelaskan bahwa video di Youtube itu akan menarik jika wajah kreatornya ada di
dalam video. Beberapa orang tertarik menonton videomu bukan hanya karna
kontenmu, tetapi wajahmu, ekspresi dan pembawaanmu di satu konten.
20 Februari 2019, aku mulai mengunggah video
lagi di kanal Youtube-ku dengan konten yang berbeda. Aku memberanikan diri
untuk membuat vlog ketika mendaki Gunung Marapi, Sumatra Barat. Itu
menjadi vlog pertama yang ku unggah di kanal Youtube-ku, dengan
menggunakan kamera gawai, kurekam semua perjalananku hingga sampai di puncak
gunung. Walau terlihat berantakan, videonya goyang, pecah dan derau, mulai
banyak yang menyukai, komen, dan subscribe
kanal Youtube-ku.
Wihh, bangga dong aku dan berpikir kanalku
bakalan besar. Ehhh, ternyata tidak semudah itu wee, masih banyak tantangan
lainnya yang tidak kuduga. Aku mengira jadi youtuber itu hanya buat video, ngedit,
terus mengunggahnya ke kanal pribadi. Jadi partner Youtube tidak semudah ‘tutorial
menjadi Youtuber sukses’ yang kalian tonton, kalau gak percaya coba jalanin
aja.
Kalian harus mencapai 1000 subscriber dan 4000
jam tayang dalam kurun waktu satu tahun dan tidak dianjurkan melakukan
kecurangan. Karena sistem Youtube tidak akan menganalisis kanal yang subs for subs, beli subscribers, spam tontonan.
Selanjutnya kalian harus menghindari
pelanggaran hak cipta, konten kekerasan, pornografi, dan lainnya. Jika sudah terkena
peringatan dari Youtube, artinya kanalmu sedang tidak baik-baik saja, bisa jadi
kanalmu dihapus pihak Youtube dan apabila sudah tiga kali dihapus Youtube
dengan nama, email dan nomor telepon yang sama, kamu tidak akan bisa
menggunakannya lagi di kanal ke-empat.
Bukan hanya itu, kalian juga harus sadar bahwa
netijen itu maha benar. Netijen bakalan menghujat konten kita habis-habisan
jika mereka tidak menyukainnya. Jangan harap konten yang kalian anggap bagus
itu tidak ada dislike dan komentar negatifnya, mustahil. Siap-siap aja
kena mental dan jadi overthinking. Bukan
nakut-nakuti loh ya, tetapi memang begitu yang kualami.
Pengalaman pertama kali mendapatkan komentar
negatif di luar nalar membuatku ketakutan, dan aku sampai menghapus salah satu
video yang memiliki banyak komen negatif. Aku membahas seorang youtuber wanita
yang berpenampilan maskulin meng-cover lagu-lagu hits dalam videoku. Namun
beberapa komentar beropini bawasannya aku mempromosikan LGBT. Padahal
pembahasanku tidak sedikitpun mengarah kesana.
Saat itu juga aku merasa Youtube ternyata bisa
berdampak ke mental juga ya. Mentalku sangat terganggu dengan komentar
menyudutkan, karena di video itu juga ada beberapa komen yang menyuruhku untuk
berhenti nge-Youtube dan menghapus kanal. Hal itu membuatku tidak mempublish video
kurang lebih tiga bulan, padahal saat itu penontonku lagi naik-naiknya.
Akhirnya, 1000 subscriber dan 4000 jam tayang
kudapatkan karena video tersebut. Namun analitiknya menghilang karena videonya
kuhapus sehingga aku tidak bisa mengajukan monetisasi. Mengingat video tersebut
aku beralih konten jadi reaction
musik video, naik sih naik tetapi banyak yang terkena pelanggaran hak cipta. Kadang
di awal publish langsung terkena pelanggaran hak cipta dan terkadang
ketika penontonnya mulai ribuan baru terkena pelanggaran hak cipta. Ada juga
yang langsung menghapus reaction-ku karena dianggap ujaran kebencian,
hal itu dilihat dari judul, deskripsi video dan thumbnail.
Di tahun 2021 ini, dengan video yang tersisa di
kanalku sudah ditonton 300.000+ dan pengikutnya sudah 8000+. Tetapi aku belum
menikmati cuan sepeserpun dari Youtube. Monetisasi sudah, kode verifikasi sudah,
tetapi 100 dolar pertamaku belum terpenuhi. Karena kebanyakan videoku terkena
pelanggaran hak cipta ditambah sekarang ini ada peraturan baru harus melaporkan
nomor pajak agar ketika video kita ditonton orang tidak terkena potongan pajak
sebesar 24%.
Ribet makin ribet, gak paham lagi Youtube ini,
capek. Akupun enggan melanjutkannya jika tujuan utamanya untuk mendapatkan uang.
Kalau hanya untuk bersenang-senang mengunggah video yang diinginkan saja atau
bahkan sebagai portofolio berbentuk video ya gaskeun, siapa tau viral
terus mendadak jadi artis. Bisa jadi batu loncatan untuk mencari cuan.
Ohh iya lupa ngasih tau, kalau mau mampir ke kanal Youtube-ku cari aja “Ilustrasi Jansim” di Youtube. Aku persilahkan kalau mau hujat kanalku, karena mentalku udah aman dengan hujatan-hujatan online. Tetapi tidak ada video baru di tahun ini, karena mulai malas dengan Youtube yang tidak lagi mementingkan kualitas konten kreatornya, mungkin nanti bakalan aktif lagi, tungguin aja ya.