Oleh: Ardian Pratama
Tiap orang punya kisah-kisah petualangan istimewa. Maka dari itu, inilah salah satu kisahku dalam pencarian tujuan ultima jagat raya.
***
Malóvich tampak kesal ketika melihatku tegak berdiri di depan gerbang istananya. Dua penjaganya kini diam tertunduk tak banyak gerak.
"Siapa kau ingin menemuiku?" gertaknya seraya mendekatiku.
Langsung saja kuperlihatkan "kartu identitas"-ku padanya. Seperti dugaanku, iblis mana pun bakal gentar jika melihat lencana sakti ini.
"Darimana kau dapatkan itu? Itu bukan benda sembarangan," wajahnya ingin kesal, tapi ia kadung ciut duluan, "Siapa kau sebenarnya? Mau apa kau?"
"Bukan urusanmu soal benda ini. Aku datang hanya untuk mengobrol," jawabku.
Ia tampak bingung, mungkin berpikir aku ini bodoh atau semacamnya.
"Bolehkah aku mengobrol denganmu?" tegasku.
Ia diam sejenak. Kemudian memperhatikanku dari ujung kepala hingga kaki. Raut wajahnya penuh curiga dan ragu-ragu. Wajar saja ia waspada, benda yang kupegang ini punya kuasa khusus atas raja-raja iblis.
Malóvich mempersilakanku masuk melintasi gerbang istananya. Mantra pelindung yang tadinya menghalangiku lesap begitu saja.
Dua penjaga yang sebelumnya sempat cerewet kepadaku, tak lagi banyak omong. Malóvich, raja mereka, sudah mengizinkanku masuk ke wilayah mereka.
***
Istana Malóvich terletak di wilayah Osairè, dalam dunia iblis. Setidaknya ada ribuan kerajaan di sana. Dan Malóvich adalah salah satu raja yang cukup terpandang di wilayah itu.
Istana Malóvich tidak megah seperti istana raja-raja manusia. Kebanyakan istana iblis lebih mirip penjara besar dengan banyak lorong, suram dan dipenuhi ornamen-ornamen tulang-belulang siluman.
Sepanjang lorong gelap itu, Malóvich tak banyak bicara. Aku pun sibuk menoleh ke sana ke mari mengamati istananya yang muram itu.
Akhirnya kami tiba di depan sebuah pintu besar. Malóvich membaca mantra dengan menempelkan tongkatnya ke pintu. Pintu itu langsung terbuka lebar dan mengeluarkan hawa lembab. Kami masuk dan pintu itu tertutup kembali.
Malóvich menyuruhku duduk di kursi yang tiba-tiba muncul entah darimana. Sedang ia duduk di hadapanku, di singgasananya yang dipenuhi siluman-siluman kecil, bertengger dan menatapku tajam.
Baru saja aku akan membuka pembicaraan, Malóvich merubah wujudnya ke bentuk asli. Ia tampak lebih besar, buas dan bengis.
"Katakan tujuanmu sebenarnya Manusia!"
***
Malóvich bukanlah raja iblis pertama yang kutemui, dan bukan raja pertama yang kulihat bentuk aslinya. Setidaknya ada belasan raja-raja lain yang pernah kuajak ngobrol dan berbincang.
Setiap raja iblis yang kuperlihatkan "kartu identitas"-ku itu, sudah pasti tidak bisa menolak keinginanku. Hak istimewa tersebut kudapat dari seorang makhluk lain melalui perjanjian khusus yang kami sepakati bersama, dan kontrak itu sangat rahasia.
BACA JUGA: Pengalamanku Gibahin Hantu-Hantu bersama Anak Indigo di Hotel Paling 'Spooky', Ngeri Cuy!
***
"Tidak banyak manusia yang bisa ke sini, apa kau nabi Tuhan atau sejenisnya?"
Kebanyakan raja iblis tak suka bertele-tele, jadi langsung saja kukatan soal keinginanku untuk menyelidiki dan memeriksa manuskrip Manifesto Osairè, dan aku butuh bahan untuk itu.
"Naskah itu sangat rahasia! Bagaimana bisa kau mengetahui soal itu?" gertaknya geram.
Sekali lagi kupamerkan "kartu identitas"-ku padanya, barangkali ia lupa apa artinya lencana ini.
"Bedebah!" langsung saja ia tenang seketika.
Aku mengeluarkan benda lain, sebuah potlot dan plano, untuk mencatat. Pertemuan ini sudah kupersiapkan jauh-jauh hari. Aku tak ingin tertinggal satu informasi pun soal manuskrip itu. Gairahku meledak-ledak begitu bisa masuk ke istana ini.
Manuskrip Manifesto Osairè adalah sebuah naskah kuno dari dunia iblis yang disusun oleh raja-raja iblis terdahulu di wilayah Osairè. Naskah itu berisikan tujuan dan pandangan para raja iblis atas bahasa, kebudayaan, pranata dan sejarah alam semesta.
Manuskrip Manifesto Osairè merupakan pusaka paling agung dan langka, karena hanya diwariskan secara turun temurun. Setahuku salinan naskah itu hanya ada lima fragmen arketipe. Karena sudah ribuan tahun lamanya, keberadaannya kian sulit ditemukan.
Beruntung, setelah sebelumnya aku berunding dengan Belloså, raja iblis di wilayah Nʼerjha, aku diberitahu lokasi pasti di mana manuskrip itu berada. Walau aku harus bayar mahal ke Belloså.
"Waktuku tidak banyak Malóvich, cepat perlihatkan benda itu!" pintaku.
Malóvich terlihat ragu, benda itu adalah warisan penting dari kakek buyutnya. Sedang ia takut dengan jimat yang kupunya.
"Ceritakan dulu darimana kau dapatkan talisman itu," negonya.
"Sudah kubilang benda ini bukan urusanmu. Kau tak perlu tahu bagaimana aku mendapatkannya. Akan ada konsekuensi jika kau membantah padaku."
Malóvich tak punya pilihan lain. Dia tahu resiko terburuk jika menolak permintaan makhluk dengan pemegang talisman. Dari semua raja iblis yg kutemui, hanya satu yang pernah menolak permintaanku. Akibatnya, dia diasingkan ke Joâgarn—alam hitam, dan kerajaannya disirnakan.
"Benda itu adalah pusaka keluargaku, apa pun rencanamu aku tak ingin manuskrip itu ternoda sedikitpun. Camkan itu!" ingatnya.
"Sudah kubilang, aku hanya ingin melihatnya dan meminta sedikit informasi."
Malóvich mengangkat tongkatnya ke atas dan merapal mantra-mantra pemanggil benda bersegel. Tiba-tiba di hadapan kami muncul semacam portal bercahaya. Kemudian sebuah buku tersembul keluar dengan perlahan.
Buku tersebut bersampulkan jangat, bertuliskan "Marcapada" dalam aksara iblis, yang berarti 'Jagat Raya'. Aku takjub bukan main, akhirnya pusaka itu ada di hadapanku.
***
Setelah kuperiksa keseluruhan naskahnya, alam pikirku tak henti-henti berputar. Ada banyak hal terjadi di sana. Kepalaku dipenuhi banyak pertanyaan. Wawasan yang selama ini kuyakini, runtuh begitu saja.
Aku menulis beberapa catatan soal itu. Aku juga bertanya pada Malóvich bagi hal-hal yang belum kupahami, walau ia pelit memberi jawaban.
Aku penasaran bagaimana informasi-informasi penting ini bisa ada hanya pada kaum iblis. Juga, bagaimana bisa iblis bersepaham menyatukan segala pernyataan yang ada begitu sublim.
"Seluruh informasi yang tertera di manuskrip ini adalah rahasia. Tidak boleh satu pun embaran bocor ke dunia manusia. Aku peringatkan kau!"
"Aku tahu."
Ya, aku tidak bodoh. Perihal ilahiah semacam ini adalah kuasa Sang Pencipta. Akan sangat kacau jika manuskrip itu jatuh ke dunia manusia.
"Kuasa bangsamu adalah alam jasad, sedang kuasa bangsa kami alam gaib. Jangan kau campur-adukkan. Aku tak tahu siapa yang memberimu talisman itu dan apa rencana kalian, tapi perlu kau ingat, akan ada dampak besar jika kalian main-main dengan kestabilan alam."
Memang benar, jika aku main gila, bisa-bisa segala yang ada bakal terguncang dan hancur. Sudah menjadi hukum kausalitas di semesta dunia ini. Lantas, kuhormati pernyataan si Malóvich.
Terakhir, kuucapkan terima kasih atas kesediaannya memperlihatkan manuskrip itu padaku. Meski dengan paksaan, setidaknya aku dapat memperoleh apa yang kuinginkan.
"Kau harus segera pergi dari sini. Aku tak mau berurusan lagi denganmu. Dan katakan kepada yang memberimu talisman itu, bahwa aku tidak senang," ujarnya.
Malóvich segera menyegel kembali buku itu, dan melenyapkannya dari hadapan kami. Aku pun berkemas untuk pergi, tak ingin berlama-lama di istana mengerikan ini.
"Kalau begitu, selamat tinggal Yang Mulia Malóvich," gurauku.
Tinggal selangkah lagi perjanjianku dan makhluk itu terpenuhi. Setelah itu, selesai sudah kontrak kami. (*)